Mengatasi Anak Kecanduan Game

Mengatasi Anak Kecanduan Game
Pada tanggal 08 Juni 2019 telah tersebar video viral seorang Anak laki-laki sedang mengamuk dan meronta-meronta karena tidak ada sinyal internet sehingga Anak laki-laki tersebut tidak dapat bermain Game PUBG, hal ini terjadi di Kampung Halaman Keluarganya di Kecamatan Lamasi, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan
(sumber akun Instagram : @palopo_info).
Dalam video tersebut Anak laki-laki tersebut menangis, kecewa dan mengatakan dengan pernyataan yang di ulang-ulang : "enggak ada sinyal, enggak ada sinyal, dan mengamuk tidak mau masuk ke dalam mobil, karena rasa jengkel tidak ada sinyal dan tidak dapat bermain Game PUBG". Bagaimanakah mengatasi anak kecanduan game?
Ayah Bunda, dari pelajaran di atas menunjukkan bahwa saat ini sudah semakin pesat perubahan zaman (dalam akses internet sudah semakin maju). Sekarang era digital menyebabkan semua serba instan mulai berjamurnya media sosial segala berita mau yang asli dan hoax tersebar. Bahkan berbagai jenis GAME kesukaan Anak-anak tidak dapat di cegah lagi kehadirannya.
Artikel saya saat ini akan membahas tentang ciri-ciri Anak-anak yang kecanduan game dan cara mengatasinya,
Di antaranya adalah :
1. Memprioritaskan bermain game dari pada belajar dan lupa makan, minum, bahkan ada yang tidak mau pulang ke rumah dan berlama-lama di warnet, terlalu lama di depan layar monitor komputer dan laptop atau terlalu sering menggenggam Handphone.
Jika sudah terlanjur, alangkah bijaksananya Ayah dan Bunda mengambil sikap tegas dan "membatasi waktu bermain game" Anak-anak. Contoh : boleh bermain ketika sudah belajar selama 2 jam, bermain 1 jam kemudian istirahat. Kecanduan game tidak dapat di hilangkan, tetapi dapat di kendalikan dan itu membutuhkan perjuangan Ayah Bunda dan Terapis atau Psikolog Anak dalam "menolong Anak-anak untuk mengurangi bermain game".
2. Bersikap agresif, mudah tersinggung, mudah marah dan mengamuk ketika di larang bermain game.
Seperti contoh kejadian di awal tulisan saya, seorang Anak laki-laki mengamuk karena tidak ada sinyal, apalagi Ayah Bunda membiasakan Anak-anak terlalu lama dengan gadgetnya dan membiarkan Anak bermain game agar tidak mengganggu pekerjaan Ayah Bundanya. Alangkah lebih baiknya Anak-anak di ajak berlibur di alam atau taman Seminggu sekali Ayah Bunda di ajak bertamasya bersama (keluar kota juga boleh) dengan perjanjian : "Nak, kita liburan tanpa memegang HP ya, silahkan bermain sesukamu Nak". Ketika Orang Tua meluangkan waktu untuk mengajak Anak-anak bermain dengan Orang Tuanya "di dunia nyata" maka Anak merasa bahagia dan senang. Ayah Bunda selalu belajar "mengisi tangki cinta Anak mulai usia dini", dan selalu mengajak diskusi Anak mulai hobinya dan game, berdialoglah sebagai "sahabat".
Contoh : "Nak, Ayah Bunda sudah mengurangi melihat layar Handphone dan monitor laptop (dan alangkah baiknya memang di praktekkan dengan tindakan Orang Tua tidak melihat terlalu lama layar laptop dan Handphonenya), karena mata Ayah Bunda menjadi perih Nak dan sebagainya".
3. Jika intensitasnya sudah terlalu sering bermain game dan menjadi anti sosial (tidak suka bersosialisasi), berani melawan atau memukul Orang Tua, berani berbohong dan perilakunya tidak dapat di kontrol lagi silahkan Ayah Bunda menghubungi Psikolog, Psikiater atau Terapis terdekat di Daerah Ayah Bunda agar mengetahui cara-cara apa saja yang dapat "mengendalikan kecanduan Anak-anak dalam bermain game".
Organisasi kesehatan dunia (WHO), secara resmi mengakui kecanduan game sebagai masalah mental. Hal ini diumumkan pada Sabtu 25 Mei 2019.
Dalam laporan terbaru International Classification of Diseases (ICD), WHO resmi memasukkan kecanduan game ke dalam daftar penyakit modern.
Informasi, Juni tahun lalu organisasi tersebut "mendaftarkan" kecanduan game di bawah bagian perilaku yang berpotensi berbahaya terkait teknologi, termasuk terlalu banyak memakai internet, komputer,smartphone dan banyak lagi.
Dikutip dari laporan WHO via Mashable, Senin (27/5/2019), kecanduan gim berada di bawah subkategori ICD-11 yang disebut gangguan karena penggunaan narkoba atau perilaku adiktif.
(Sumber : Liputan6.com, Jakarta)
Meski ternyata banyak juga yang tidak sependapat dengan keputusan WHO,
Gangguan yang di akibatkan kecanduan game ini telah terdaftar penyakit yang menyerupai kecanduan alkohol dan obat-obatan.
Tetapi tidak semua gamers atau orang yang bisa menghasilkam uang dengan games di sebut menderita penyakit mental, karena harus di tentukan hasil Terapi-terapi khusus oleh Tenaga Ahli Jiwa Profesional (Psikolog, Psikiater, Terapis) apakah menunjukkan gejala penyakit mental atau tidak seseorang.
Ayah Bunda belum terlambat, masih banyak yang perlu kita perbaiki bersama dalam mengelola dan memperbaiki dalam pola didik Anak-anak agar mereka dapat belajar bertanggung jawab atas semua pilihan dan untuk membangun kesadaran Anak-anak kita, Orang Tua terlebih dahulu memberi contoh yang terbaik kepada Anak-anak kita.
Ani Rahmawati, Balikpapan 18 Juni 2019...

